ORGANISASI SOSIAL KEAGAMAAN DAN PENDIDIKAN KASUS: PERSIS
(Persatuan Islam)
Makalah
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah
Pendidikan Islam
Dosen
Pengampu
Zetty Azizatun Ni’mah, M. Pd. I
Di susun oleh:
1. Rohman Nasta’in (932108810)
2. Muhammad Saiful Huda (932137714)
3. Sherli Devianti (932138414)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2015
KATA PENGANTAR
Puji sukur kami panjatkan kepada Allah
SWT yang telah memberikan Rahmat, Taufik Serta Hidayahnya sehingga kami masih
di beri kesempatan untuk menyelesaikan Makalah yang berjudul “Organisasi Sosial
Keagamaan dan Pendidikan Kasus: PERSIS (Persatuan Islam)” dengan lancar tanpa
ada kesulitan sedikitpun.
Ucapan
terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Zetty
Azizatun Ni’mah selaku Dosen
Pembimbing kami yang telah memberikan arahan kepada kami sehingga kami dapat
menerapkan semua yang telah di ajarkan beliau guna untuk menyempurnakan Makalah
yang kami selesaikan ini. Ucapan terimakasih juga
tak lupa saya sampaikan kepada teman-teman yang telah berjuang dengan keras
untuk menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah kami ini dapat bermanfaat
bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Kami menyadari bahwa makalah
yang kami selesaikan ini masih banyak sekali kekuranganya sehingga kami masih
memerlukan kritik dan saran yang membangun guna untuk memperbaiki makalah
selanjutnya.
Kediri, 18 November 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………...……. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………… ... 1
A.
Latar
Belakang…………………………………..……………….. 1
B.
Rumusan
Masalah…………………………….………………….. 1
C.
Tujuan
Pembahasan……………………………………………… 1
BAB II
PEMBAHASAN……………………………………………….... 2
A.
Sejarah berdirinya
Persatuan Islam (Persis)…………………… 2
B.
Usaha-usaha pendidikan
Persatuan Islam (Persis)……………. 6
C.
Pendidikan………………………………………………………... 8
BAB III PENUTUP……………….…………………………………….. 12
A.
Kesimpulan………………………………………………………. 12
DAFTAR PUSTAKA……………...……………………………… . 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman penjajahan telah berdiri
organisasi-organisasi Islam sebagai bentuk kesadaran masyarakat terutama umat
Islam untuk selalu menegakkan agama Islam dan menentang tindakan-tindakan
penjajah yang selalu menindas masyarakat Indonesia. Langkah-langkah yang
ditempuh diantaranya adalah peningkatan kekuatan dalam bidang politik, budaya,
ekonomi maupun dalam hal pendidikan.
Diantara organisasi-organisasi Islam tersebut
terdapat sebuah organisasi yang kita kenal sebagai organisasi Persatuan Islam
(Persis). Organisasi ini selain berupaya untuk menumbuhkan rasa nasionalisme
pada masyarakat juga berupaya untuk menanamkan kesadaran pada masyarakat akan pentingnya
pendidikan terutama pendidikan agama. Upaya tersebut dilakukan untuk
meminimalisir keterbelakangan rakyat Indonesia dan memberikan modal keagamaan
bagi mereka untuk menghadapi perlawanan-perlawanan yang datang dari luar.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah sejarah
berdirinya Persatuan Islam (Persis)?
2. Apa sajakah bentuk
usaha pendidikan yang dilakukan oleh Persatuan Islam (Persis)?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui
sejarah berdirinya Persatuan Islam (Persis).
2. Untuk mengetahui
bentuk usaha pendidikan yang dilakukan oleh Persatuan Islam (Persis).
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah berdirinya
Persatuan Islam (Persis)
Persatuan Islam didirikan di
Bandung pada tanggal 12 September 1923. Persatuan Islam ini berdiri ketika di
daerah-daerah lain itu telah mengadakan pembaharuan didalam agama dan di
Bandung ini terlihat agak lambat didalam mulai
pembaharuan dibandingkan dengan daerah-daerah lain. Pada tahun 1913 telah didirikan Sarikat Islam yang berkembang dengan pesat. Menyadari
hal itu beberapa tokoh memiliki keinginan untuk mendirikan sebuah organisasi
Islam. Ide pendirian organisasi ini berasal dari pertemuan yang disebut kenduri yang diadakan di rumah salah seorang anggota
yang berasal dari Sumatra namun sudah menetap di Bandung sejak lama. Mereka
adalah keturunan dari tiga keluarga yang pindah dari Palembang. Hubungan mereka
sangat erat antara yang satu dengan yang lainnya karena diantara putra-putri
mereka diikat dengan tali perkawinan. Dengan adanya hubungan yang erat itu
mereka bisa mengadakan studi agama Islam secara bersama-sama. Karena mereka
sudah lama tinggal di Bandung, mereka tidak merasa menjadi orang Sumatra namun
mereka merasa menjadi sebagai orang Sunda.
Persis didirikan dengan tujuan
untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh
Rasulullah Saw dan memberikan pandangan berbeda dari pemahaman Islam
tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena bercampur dengan budaya
local, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali Islam
lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang shahih. Oleh karena itu,
lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan yang juga dikenal dengan Hassan
Bandung atau Hassan Bangil, Persis mengenalkan Islam yang hanya bersumber dari
al-Qur’an dan Hadits (sabda Nabi). Organisasi persatuan Islam telah tersebar di
banyak provinsi antara lain Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Lampung,
Bengkulu, Riau, Jambi, Gorontalo dan masih banyak provinsi lain yang sedang
dalam proses perintisan. Persis bukan organisasi keagamaan yang berorientasi
politik namun lebih focus terhadap Pendirian Islam dan Dakwah dan berusaha
menegakkan ajaran Islam secara utuh tanpa dicampuri khurafat, syirik, bid’ah
yang telah banyak menyebar dikalangan awwam orang Islam.[1]
Di dalam acara kenduri itu banyak
sekali orang-orang yang hadir disana baik dari kalangan famili maupun
diluarnya. Pada umumnya para undangan yang hadir sangat tertarik dengan masakan
dari Palembang. Pada kesempatan ini H. Zam-Zam dan Muh. Yunus banyak
mengemukakan ide-ide buah pikiran mereka karena mereka merupakan orang yang
memiliki pengetahuan yang luas.
H. Zam-Zam dan Muh. Yunus adalah
pedagang tetapi mereka masih mempunyai kesempatan dan waktu untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang Islam. Zam-Zam (1894-1952) menghabiskan waktunya
selama 3,5 tahun di Makkah waktu masih muda dimana ia belajar di Dar al-Ulum.
Muh. Yunus yang memperoleh pendidikan agama secara tradisional dan yang
menguasai bahasa Arab tidak pernah mengajar. Ia hanya berdagang tetapi tidak
pernah pula minatnya hilang dalam mempelajari agama. Kekayaannya menyanggupkan
ia untuk membeli kitab-kitab yang ia perlukan, juga untuk anggota-anggota
persis setelah organisasi ini didirikan.[2]
H. Zam-Zam dan Muh. Yunus merupakan
tokoh yang sangat berperan dalam pendirian organisasi Islam ini. Dalam setiap
acara kenduri mereka selalu memberikan ide-ide baru dan menyampaikan
ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat yang hadir didalamnya. Hal-hal yang
dibicarakan dalam kenduri itu bermacam-macam diantaranya adalah masalah agama
yang dibicarakan dalam berbagai majalah seperti majalah al-Munir di Padang dan
majalah al-Manar di Mesir. Selain itu didalam kenduri itu juga dibicarakan
mengenai pertikaian antara organisasi-organisasi Islam sebelumnya yaitu antara
al-Irsyad dan Jami’at Khoir. Hal-hal yang dibicarakan dalam kenduri itu juga
disampaikan oleh salah seorang tokoh Islam yaitu Faqih Hasyim dari Surabaya.
Persatuan Islam
(Persis) ini tidak terlalu memberikan tekanan pada kegiatan organisasinya.
Sehingga tidak begitu berminat untuk membentuk cabang-cabang di daerah-daerah
lain sebagaimana yang dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam lain. Selain itu
organisasi ini tidak menambah anggota sebanyak-banyaknya. Jadi adanya
cabang-cabang yang didirikan di berbagai daerah itu merupakan inisiatif
masyarakat peminat organisasi itu sendiri, dan tidak berdasarkan pada keinginan
pemimpin pusat untuk mendirikannya. Cabang-cabang itu diantaranya bertebaran di
Bogor, Jakarta, Leles, Banjaran, Surabaya, Malang, Bangil, Padang, Sibolga,
Kotaraja, Banjarmasin, dan Gorontalo.
Namun demikian pengaruh organisasi
Persis ini sangatlah besar terhadap masyarakat Islam, bahkan melebihi jumlah
cabang yang ada di berbagai daerah hal ini terbukti dengan bertambahnya anggota
berjamaah sholat hari Jum’at yang mana pada tahun 1923 hanya terdiri dari
sekitar 12 orang tetapi pada tahun 1942 jumlah jamaah mencapai 500 orang yang
tersebar dalam 6 buah masjid.
Penyebaran pemikiran Persis ini
dilakukan dengan berbagai macam cara diantaranya adalah dengan adanya pertemuan
umum, tabligh akbar, khutbah-khutbah, kelompok-kelompok studi, dan juga dengan
berbagai macam media yang dapat diperluas dan dibaca oleh masyarakat luas.
Media tersebut diantaranya adalah majalah-majalah, kitab-kitab,
pamflet-pamflet. Dengan begitu pemikiran-pemikiran mereka akan lebih cepat
tersebar luas. Selain itu penerbitan majalah-majalah, kitab-kitab dan pamflet-pamflet
tersebut dapat digunakan referensi guru dan propagandis oleh para anggota
organisasi-organisasi lain seperti halnya Muhamadiyah dan al-Irsyad.
Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa
ide-ide dan pemikiran-pemikiran organisasi ini mudah diterima oleh masyarakat
bahkan dapat dijadikan perbandingan oleh organisasi-organisasi lain. Sehingga
tanpa penekanan terhadap kegiatan organisasi ini masyarakat mudah tertarik
dengan pemikiran-pemikirannya.
Dalam kegiatannya Persis beruntung
memperoleh dukungan dan partisipasi dari dua tokoh yang sangat penting, yaitu Ahmad Hassan yang dianggap sebagai guru Persis yang utama pada masa sebelum perang dan Muh. Nasir yang pada waktu itu merupakan seorang
anak muda yang sedang berkembang dan yang tampakknya bertindak sebagai juru bicara dari organisasi tersebut dalam kalangan kaum terpelajar.
Ahmad Hassan yang lahir di
Singapura tahun 1887 adalah seorang yang berasal dari keluarga campuran yaitu
Indonesia dan India. Ayah Ahmad yang bernama Sinna Vapu Maricar adalah seorang
penulis dan ahli agama Islam dan kesusastraan Tamil. Ia pernah menjadi redaktur
dari Nur al-Islam sebuah majalah agama dan sastra Tamil, menulis beberapa buah
kitab dalam bahasa Tamil dan juga terjemahan dari bahasa Arab.
Tokoh penting lainnya dalam
pengembang Persis adalah Muhammad Nasir yang lahir pada tanggal 17 Juli 1908 di
Alahan Panjang, Sumatra Barat. Ayahnya adalah seorang pegawai pemerintah. Pada
tahun 1927 ia pergi ke Bandung untuk melanjutkan studi pada Algeme Middlebare
School (AMS, setingkat SMA sekarang). Pendidikan yang ditempuh sebelumnya
adalah HIS dan (tingkat dasar dan menengah pertama) di Minangkabau. Selain itu
ia pernah belajar pada sekolah agama di Solok yang dipimpin oleh Tuanku Mudo
Amin, dan aktif mengikuti pelajaran agama yang dibrikan oleh H. Abdullah Ahmad
di Padang.[3]
Muhammad Nasir
tertarik dengan organisasi Persis ini diawali pada waktu ia mengikuti sholat
Jum’at yang diadakan oleh organisasi Persis. Sehingga dia memiliki hubungan
yang sangat erat dengan para tokoh-tokoh Persatuan Islam ini. Ia mengikuti berbagai macam kegiatan keagamaan dan pendidikan yang
diadakan oleh organisasi tersebut. Akhirnya ia memiliki tambahan ilmu
pengetahuan yang dapat digunakan untuk memecahkan problema-problema hidup yang
mulai tumbuh dalam pemikirannya.
Ketika ia bergabung dengan Persis
ia memiliki kesempatan untuk mengeluarkan ide-ide dan pemikirannya lewat sebuah
majalah yang bernama Pembela Islam. Minatnya
untuk mempelajari dan mengembangkan pendidikan Islam sangatlah besar,
sampai-sampai ia mau menolak beasiswa yang ditawarkan oleh belanda untuk
melanjutkan studinya ke sekolah tinggi hukum di Jakarta atau sekolah tinggi
ekonomi di Belanda. Ia lebih memikirkan ilmu pendidikan bagi orang-orang Islam.
Itulah sekilas tentang sejarah
berdirinya organisasi Persatuan Islam (Persis). Selanjutnya kita akan membahas
tentang usaha-usaha pendidikan yang dilakukan oleh organisasi ini.
B.
Usaha-usaha pendidikan
Persatuan Islam (Persis)
Organisasi ini tidak kalah dengan
organisasi-organisasi lain yang selalu memperhatikan pendidikan. Persis
melaksanakan berbagai macam kegiatan pendidikan seperti halnya tabligh
dan publikasi. Kegiatan tersebut ditujukan untuk melatih generasi muda
Islam untuk selalu giat dalam mengembangkan ajaran Islam melalui kegiatan
pendidikan tersebut.
Dalam bidang pendidikan Persis
mendirikan sebuah madrasah yang mulanya dimaksudkan untuk anak-anak dari
anggota Persis. Tetapi kemudian madrasah ini diluaskan untuk dapat menerima
anak-anak lain. Kursus-kursus dalam masalah agama untuk orang-orang dewasa
mulanya juga dibatasi pada anggota-anggotanya. Hassan dan Zam-Zam mengajar pada
kursus-kursus ini yang terutama membahas soal-soal iman serta ibadah dengan
menolak segala kegiatan bid’ah. Masalah-masalah yang sangat menarik masyarakat
pada waktu itu seperti poligami dan nasionalisme juga dibicarakan.[4]
Kursus-kursus tersebut disediakan
untuk anak-anak muda yang telah menempuh sekolah menengah pemerintah dan
memiliki minat untuk mendalami agama Islam dengan maksimal. Jadi Kursus-kursus
keagamaan tersebut tidak dikhususkan bagi para anggota Persatuan Islam, tetapi
juga untuk semua masyarakat yang ingin mendalami agama Islam. Didalam
Kursus-kursus tersebut terdapat guru-guru yang professional. Diantaranya adalah
Hassan. Didalam mengajar, Hassan memperoleh banyak manfaat terutama dalam hal
pendalaman pengetahuan agama Islam dan penggalian terhadap sumber-sumber ajaran
Islam.
Sebuah kegiatan lain yang penting
dalam rangka kegiatan pendidikan Persis ini adalah lembaga pendidikan Islam
sebuah proyek yang dilancarkan oleh
Nasir, dan terdiri dari beberapa sekolah yaitu: taman kanak-kanak, HIS
(keduanya tahun 1930), sekolah Mulo (1931) dan sebuah sekolah guru (1932).[5]
HIS merupakan lembaga untuk
memperoleh pendidikan barat khususnya memperlajari bahasa Belanda sebagai kunci
untuk pendidikan lanjutan, pintu kebudayaan barat, dan syarat untuk memperoleh
pekerjaan. Bahasa Belanda memberikan prestise dan memasukkan seseorang kedalam
golongan intelektual dan elit.[6]
Kursus Mulo dimaksud sebagai
sekolah rendah dengan program yang diperluas dan bukan sebagai sekolah
menengah. Sebagai guru diangkat mereka yang memiliki ijazah HA (Hoofdacte,
kepala sekolah) atau diploma untuk pelajaran tertentu.[7]
Keinginan Nasir untuk mendirikan
berbagai sekolah ini dipicu oleh
berbagai macam tuntutan dari berbagai pihak. Selain itu timbulnya keinginan
Nasir untuk mendirikan berbagai lembaga pendidikan adalah karena ia melihat ada
beberapa sekolah di Bandung yang tidak memberikan pelajaran agama pada
siswanya. Adapun murid-murid yang masuk kedalam lembaga pendidikan yang
didirikan oleh organisasi Persis ini pada umumnya adalah anak-anak
disekitarnya, tetapi beberapa diantara mereka ada yang berasal dari Jawa
Tengah, Jawa Timur, bahkan dari Sumatra. Bagi para siswa yang telah lulus
studinya mereka diperbolehkan untuk kembali ke tempat asal mereka masing-masing
untuk membuka sekolah baru atau bergabung dengan sekolah yang ada di daerahnya.
Disamping pendidikan Islam, Persis mendirikan sebuah pesantren (disebut pesantren
Persis) di Bandung pada bulan Maret 1936 untuk membentuk kader-kader yang
mempunyai keinginan untuk menyebarkan agama. Pesantren ini dipindahkan ke
Bangil Jawa Timur ketika Hassan pindah kesana dengan membawa 25 dari 40 siswa
dari Bandung.[8]
C.
Pendidikan
Salah
satu usaha persatuan islam untuk menuju cita-citanya ialah mendirikan lembaga
pendidikan baik berupa sekolah, kursus, kelompok
diskusi, pengajian maupun pesantren.
Sekitar
tahun 1927 persatuan islam mempunyai kelompok diskusi keagamaan yang diikuti oleh
pemuda-pemuda islam. Kelompok itu dipimpin oleh Hassan yang dalam kesempatan
itu ia semakin memperdalam pengetahuan agamanya, karena harus mempersiapkan
diri serta memperbanyak perbendaharaan masalah yang segera dipecahkan. Kursus
dalam bentuk diskusi ini antara lain diikuti Muhammad Natsir, Fakhruddin
Al-Kahiri, Rusbandi, Caya dan lain-lain.
Sebelum
berdirinya lembaga pendidikan, pelajaran agama dan ilmu-ilmu lainnya juga
diberikan dalam pertemuan-pertemuan dan ceramah-ceramah. Acara tersebut lebih
sering diselenggarakan oleh anggota-anggota secara pribadi dari pada
diorganisasi secara resmi oleh persatuan islam. Zamzam menjadi pembicara
penting yang banyak menguraikan perihal akidah islamiyyah dan cara beribadah
dalam islam. Dalam tahun 1927 pertemuan dan ceramah itu diikuti pula oleh
pelajar-pelajar yang beragama islam, termasuk pelajar disekolah belanda.
Pada
tahun 1930, salah seorang anggotanya bernama A.A. Banama mendirikan “Pendidikan
Islam”. Sekolah tersebut kemudian dipimpin oleh Muhammad Natsir, dan dua tahun
kemudian, yaitu 1932, Persatuan Islam mendirikan Kweekschool di Bandung, kemudian dibeberapa daerah luar kota.
Pengurus
dan guru-gurunya terdiri dari orang-orang yang dengan suka rela mengorbankan waktu dan tenaganya untuk
pesantren. Mereka itu antara lain R. Abdul Kadir (keluaran Sekolah Tehnik
Bandung) yang mengajar ilmu tehnik, Muhammad Natsir yang mengajar ilmu
pendidikan disamping penasehat serta Hassan yang merangkap sebagai kepala
pesantren.
Tujuan
didirikannya pesantren ialah untuk mengeluarkan mubalighin yang sanggup
menyiarkan, mengajar, membela dan mempertahankan agama mereka dimana saja
mereka berada.
Saat
itu yang terdapat 40 orang yang menjadi santrinya. Mereka berasal dari daerah
kepulauan Indonesia yang kebanyakan dari luar jawa.
Disamping
pesantren yang tersebut diatas diadakan lagi suatu pendidikan untuk anak-anak
pada sore hari yang diikuti oleh sejumlah murid kurang lebih 100 anak laki-laki
dan perempuan. Pesantren itu disebut pesantren kecil.
Pesantren
yang telah berdiri tahun 1936 itu, mempunyai rencana pelajaran 4 thn dan
setelah itu baru menerima murid baru. Akan tetapi sebelum mereka menamatkan
pelajaran, yaitu baru tiga setengah tahun, sebagai pengurus dan gurunya
meninggalkan Bandung menuju Bangil termasuk Hassan dan Muhammad Ali Al-Hamidy.
Pindahnya
Hassan dari Bandung ke Bangil disebabkan oleh permintaan Bibi Wantee yang
melihat penghidupan Hassan di Bandung kurang menggembirakan dilihat dari sudut
materi, sedang dimana saja ia akan tetap meneruskan perjuangannya. Rencana
semula ia akan menetap diSurabaya, tetapi kemudian mendapatkan tanah dibangil.
Pesantren
di Bandung itu kemudian ikut pindah ke Bangil pada bulan Muharram 1359 H, dan
murid-murid yang masih ingin meneruskan pelajarannya ikut pindah. Jumlah mereka
sebanyak 25 orang.
Setelah
berjalan satu tahun, maka pada bulan Pebruari 1941 dibuka Pesantren Putri
dengan kurang lebih 12 orang murid yang hamper semuanya dari luar Bangil.
Beberapa
saat setelah itu, yakni tahun 1942, kedua pesantren tersebut ditutup karena
datangnya jepang diindonesia yang menyebabkan pelajaran-pelajaran pulang
kedaerah masing-masing. Baru pada bulan Oktober 1950 keadaan Negara mulai
tentram, pesantren dibuka kembali.
Pelajar-pelajar
pada angkatan pertama itu, sebanyak 21 orang, setelah tamat kemudian dikirim ke
Al Azhar Mesir pada bulan Oktober 1955. Pengirim pelajar-pelajar keluar negri
sampai saat ini masih terus berjalan terutama keSaudi Arabiya dan Negara Timur
Tengah lainnya.
Baru
pada bulan September 1957 Pesantren Putri dibuka kembali. Tujuan didirikannya
Pesantren tersebut adalah mendidik putrid-putri muslim untuk menjadi guru-guru
dan penyiar agama yang sanggup dan mampu berhadapan dengan masyarakat.
Kedua
Pesantren itu (putra dan putri) sampai sekarang terus berjalan sesuai dengan tujuan
semula, hanya saja ada beberapa perubahan sesuai tuntutan keadaan. Pesantren
persis Bangil bertujuan membentuk kader mubaligh yang sanggup terjun dalam
masyarakat, untuk memberantas setiap faham serta ajaran yang bertentangan
dengan al qur’an dan as sunnah.
Usaha
yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah:
a. Menanamkan
semangat jihad dan ijtihad kepada setiap pelajar.
b. Meyakinkan
setiap pelajar, bahwa Al Qur’an dan As Sunnah adalah dasar islam yang bersifat
abadi dan mutlaq. Setiap penyimpangan dari Al Qur’an dan As Sunnah akan
dimurkai Allah swt.
c. Menanamkan
jiwa korektif terhadap setiap faham yang tanpa dilandasi Al Qur’an dan As
Sunnah.
d. Mempraktekkan
“Qaidah-qaidah Ushul Fiqh” ketika mengajar Tafsir dan Hadits (fiqh).
e. Memberikan
kebebasan kepada setiap pelajar untuk bertanya, membantah dan berdiskusi dengan
guru sepanjang batas-batas kesopanan islam.
Melihat
tujuan pendidikan Persatuan Islam tersebut maka yang tampak adalah suatu
pendidikan yang membina kemampuan untuk mencerna dan mengembangkan ajaran
islam. Untuk mencapai itu, para pelajar dilatih berfikir kritis dan bebas untuk
mencari kebenaran. Hubungan pendidik dan murid bukan
lagi dalam lingkaran tradisional yang menganggap tidak wajar seorang murid
berdebat dengan seorang guru, tetapi Persatuan Islam bahkan mengembangkan
cara-cara berdiskusi seperti itu.
Pada
tahun 1963, Persatuan Islam mengkoordinasi lebih dari 20 sekolah di jawa barat
dan jawa tengah, termasuk beberapa pendidikan khusus guru dan muballligh,
disamping pesantren yang ada dibangil tersebut. Adapun Pendidikan Tinggi
Pesantren di Bangil, dengan nama UPI (Universitas Pesantren Islam) yang pada
tahun 1969 berubah menjadi UII (Universitas Islam Indonesia) sebagai cabang
dari Pusat Yogyakarta.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Persatuan Islam
(Persis) merupakan sebuah organisasi Islam yang beridiri pada tahun 1923 di
Bandung. Organisasi ini berasal dari sebuah acara yang sangat sederhana yaitu
kenduri. Didalam kenduri itu para anggotanya berbincang-bincang mengenai maslah
keagamaan dan kegiatan keagamaan baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Tokoh-tokohnya diantaranya adalah H. Zam-Zam, H. Muhammad Yunus, Ahmad Hassan
dan Muhammad Nasir.
2. Usaha-usaha pendidikan
yang dilakukan oleh Persis adalah:
a. pendirian madrasah
b. pendirian kursus-kursus keagamaan
c. pendirian
lembaga-lembaga pendidikan Islam
d. pendirian pesantren
Persis
e. pendirian
percetakan
DAFTAR PUSTAKA
Mughni, Syafiq. Hassan Bandung Pemikir Islam Radikal. Surabaya:
BINA ILMU. 1994.
Nasution. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta:
Bumi Aksara. 2001.
Noer, Deliar. Gerakan Moderen Islam di
Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES. 1982.
Zuhairini, et.al. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:
Bumi Aksara. 2006.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar