Selasa, 01 Desember 2015

peris, persatuan islam, stain kediri, pendidikan, sejarah berdirinya persis

ORGANISASI SOSIAL KEAGAMAAN DAN PENDIDIKAN KASUS: PERSIS (Persatuan Islam)
Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu
Zetty Azizatun Ni’mah, M. Pd. I
Description: Description: E:\sitelogo.png
 








Di susun oleh:
1.      Rohman Nasta’in                          (932108810)
2.      Muhammad Saiful Huda             (932137714)
3.      Sherli Devianti                              (932138414)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2015
KATA PENGANTAR

       Puji sukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat, Taufik Serta Hidayahnya sehingga kami masih di beri kesempatan untuk menyelesaikan Makalah yang berjudul “Organisasi Sosial Keagamaan dan Pendidikan Kasus: PERSIS (Persatuan Islam)” dengan lancar tanpa ada kesulitan sedikitpun.

       Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Zetty Azizatun Ni’mah selaku Dosen Pembimbing kami yang telah memberikan arahan kepada kami sehingga kami dapat menerapkan semua yang telah di ajarkan beliau guna untuk menyempurnakan Makalah yang kami selesaikan ini. Ucapan terimakasih juga tak lupa saya sampaikan kepada teman-teman yang telah berjuang dengan keras untuk menyelesaikan makalah ini.

       Semoga makalah kami ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih banyak sekali kekuranganya sehingga kami masih memerlukan kritik dan saran yang membangun guna untuk memperbaiki makalah selanjutnya.







Kediri, 18 November 2015
Penyusun


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………...……. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………            ...         1
A.    Latar Belakang…………………………………..……………….. 1
B.     Rumusan Masalah…………………………….………………….. 1
C.    Tujuan Pembahasan……………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………....  2
A.    Sejarah berdirinya Persatuan Islam (Persis)……………………  2
B.     Usaha-usaha pendidikan Persatuan Islam (Persis)…………….   6
C.    Pendidikan………………………………………………………...  8
BAB III PENUTUP……………….……………………………………..   12
A.    Kesimpulan……………………………………………………….   12
DAFTAR PUSTAKA……………...………………………………           .           13









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada zaman penjajahan telah berdiri organisasi-organisasi Islam sebagai bentuk kesadaran masyarakat terutama umat Islam untuk selalu menegakkan agama Islam dan menentang tindakan-tindakan penjajah yang selalu menindas masyarakat Indonesia. Langkah-langkah yang ditempuh diantaranya adalah peningkatan kekuatan dalam bidang politik, budaya, ekonomi maupun dalam hal pendidikan.
Diantara organisasi-organisasi Islam tersebut terdapat sebuah organisasi yang kita kenal sebagai organisasi Persatuan Islam (Persis). Organisasi ini selain berupaya untuk menumbuhkan rasa nasionalisme pada masyarakat juga berupaya untuk menanamkan kesadaran pada masyarakat akan pentingnya pendidikan terutama pendidikan agama. Upaya tersebut dilakukan untuk meminimalisir keterbelakangan rakyat Indonesia dan memberikan modal keagamaan bagi mereka untuk menghadapi perlawanan-perlawanan yang datang dari luar.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah sejarah berdirinya Persatuan Islam (Persis)?
2.      Apa sajakah bentuk usaha pendidikan yang dilakukan oleh Persatuan Islam (Persis)?

C.    Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui sejarah berdirinya Persatuan Islam (Persis).
2.      Untuk mengetahui bentuk usaha pendidikan yang dilakukan oleh Persatuan Islam (Persis).



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah berdirinya Persatuan Islam (Persis)
Persatuan Islam didirikan di Bandung pada tanggal 12 September 1923. Persatuan Islam ini berdiri ketika di daerah-daerah lain itu telah mengadakan pembaharuan didalam agama dan di Bandung ini terlihat agak lambat didalam mulai pembaharuan dibandingkan dengan daerah-daerah lain.  Pada tahun 1913 telah didirikan Sarikat Islam yang berkembang dengan pesat. Menyadari hal itu beberapa tokoh memiliki keinginan untuk mendirikan sebuah organisasi Islam. Ide pendirian organisasi ini berasal dari pertemuan yang disebut kenduri yang diadakan di rumah salah seorang anggota yang berasal dari Sumatra namun sudah menetap di Bandung sejak lama. Mereka adalah keturunan dari tiga keluarga yang pindah dari Palembang. Hubungan mereka sangat erat antara yang satu dengan yang lainnya karena diantara putra-putri mereka diikat dengan tali perkawinan. Dengan adanya hubungan yang erat itu mereka bisa mengadakan studi agama Islam secara bersama-sama. Karena mereka sudah lama tinggal di Bandung, mereka tidak merasa menjadi orang Sumatra namun mereka merasa menjadi sebagai orang Sunda.
Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan aslinya yang dibawa oleh Rasulullah Saw dan memberikan pandangan berbeda dari pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena bercampur dengan budaya local, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang shahih. Oleh karena itu, lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan yang juga dikenal dengan Hassan Bandung atau Hassan Bangil, Persis mengenalkan Islam yang hanya bersumber dari al-Qur’an dan Hadits (sabda Nabi). Organisasi persatuan Islam telah tersebar di banyak provinsi antara lain Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Bengkulu, Riau, Jambi, Gorontalo dan masih banyak provinsi lain yang sedang dalam proses perintisan. Persis bukan organisasi keagamaan yang berorientasi politik namun lebih focus terhadap Pendirian Islam dan Dakwah dan berusaha menegakkan ajaran Islam secara utuh tanpa dicampuri khurafat, syirik, bid’ah yang telah banyak menyebar dikalangan awwam orang Islam.[1]
Di dalam acara kenduri itu banyak sekali orang-orang yang hadir disana baik dari kalangan famili maupun diluarnya. Pada umumnya para undangan yang hadir sangat tertarik dengan masakan dari Palembang. Pada kesempatan ini H. Zam-Zam dan Muh. Yunus banyak mengemukakan ide-ide buah pikiran mereka karena mereka merupakan orang yang memiliki pengetahuan yang luas.
H. Zam-Zam dan Muh. Yunus adalah pedagang tetapi mereka masih mempunyai kesempatan dan waktu untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang Islam. Zam-Zam (1894-1952) menghabiskan waktunya selama 3,5 tahun di Makkah waktu masih muda dimana ia belajar di Dar al-Ulum. Muh. Yunus yang memperoleh pendidikan agama secara tradisional dan yang menguasai bahasa Arab tidak pernah mengajar. Ia hanya berdagang tetapi tidak pernah pula minatnya hilang dalam mempelajari agama. Kekayaannya menyanggupkan ia untuk membeli kitab-kitab yang ia perlukan, juga untuk anggota-anggota persis setelah organisasi ini didirikan.[2]
H. Zam-Zam dan Muh. Yunus merupakan tokoh yang sangat berperan dalam pendirian organisasi Islam ini. Dalam setiap acara kenduri mereka selalu memberikan ide-ide baru dan menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat yang hadir didalamnya. Hal-hal yang dibicarakan dalam kenduri itu bermacam-macam diantaranya adalah masalah agama yang dibicarakan dalam berbagai majalah seperti majalah al-Munir di Padang dan majalah al-Manar di Mesir. Selain itu didalam kenduri itu juga dibicarakan mengenai pertikaian antara organisasi-organisasi Islam sebelumnya yaitu antara al-Irsyad dan Jami’at Khoir. Hal-hal yang dibicarakan dalam kenduri itu juga disampaikan oleh salah seorang tokoh Islam yaitu Faqih Hasyim dari Surabaya.
Persatuan Islam (Persis) ini tidak terlalu memberikan tekanan pada kegiatan organisasinya. Sehingga tidak begitu berminat untuk membentuk cabang-cabang di daerah-daerah lain sebagaimana yang dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam lain. Selain itu organisasi ini tidak menambah anggota sebanyak-banyaknya. Jadi adanya cabang-cabang yang didirikan di berbagai daerah itu merupakan inisiatif masyarakat peminat organisasi itu sendiri, dan tidak berdasarkan pada keinginan pemimpin pusat untuk mendirikannya. Cabang-cabang itu diantaranya bertebaran di Bogor, Jakarta, Leles, Banjaran, Surabaya, Malang, Bangil, Padang, Sibolga, Kotaraja, Banjarmasin, dan Gorontalo.
Namun demikian pengaruh organisasi Persis ini sangatlah besar terhadap masyarakat Islam, bahkan melebihi jumlah cabang yang ada di berbagai daerah hal ini terbukti dengan bertambahnya anggota berjamaah sholat hari Jum’at yang mana pada tahun 1923 hanya terdiri dari sekitar 12 orang tetapi pada tahun 1942 jumlah jamaah mencapai 500 orang yang tersebar dalam 6 buah masjid.
Penyebaran pemikiran Persis ini dilakukan dengan berbagai macam cara diantaranya adalah dengan adanya pertemuan umum, tabligh akbar, khutbah-khutbah, kelompok-kelompok studi, dan juga dengan berbagai macam media yang dapat diperluas dan dibaca oleh masyarakat luas. Media tersebut diantaranya adalah majalah-majalah, kitab-kitab, pamflet-pamflet. Dengan begitu pemikiran-pemikiran mereka akan lebih cepat tersebar luas. Selain itu penerbitan majalah-majalah, kitab-kitab dan pamflet-pamflet tersebut dapat digunakan referensi guru dan propagandis oleh para anggota organisasi-organisasi lain seperti halnya Muhamadiyah dan al-Irsyad.
Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa ide-ide dan pemikiran-pemikiran organisasi ini mudah diterima oleh masyarakat bahkan dapat dijadikan perbandingan oleh organisasi-organisasi lain. Sehingga tanpa penekanan terhadap kegiatan organisasi ini masyarakat mudah tertarik dengan pemikiran-pemikirannya.
Dalam kegiatannya Persis beruntung memperoleh dukungan dan partisipasi dari dua tokoh yang sangat penting, yaitu Ahmad Hassan yang dianggap sebagai guru Persis yang utama pada masa sebelum perang dan Muh. Nasir yang pada waktu itu merupakan seorang anak muda yang sedang berkembang dan yang tampakknya bertindak sebagai juru bicara dari organisasi tersebut dalam kalangan kaum terpelajar.
Ahmad Hassan yang lahir di Singapura tahun 1887 adalah seorang yang berasal dari keluarga campuran yaitu Indonesia dan India. Ayah Ahmad yang bernama Sinna Vapu Maricar adalah seorang penulis dan ahli agama Islam dan kesusastraan Tamil. Ia pernah menjadi redaktur dari Nur al-Islam sebuah majalah agama dan sastra Tamil, menulis beberapa buah kitab dalam bahasa Tamil dan juga terjemahan dari bahasa Arab.
Tokoh penting lainnya dalam pengembang Persis adalah Muhammad Nasir yang lahir pada tanggal 17 Juli 1908 di Alahan Panjang, Sumatra Barat. Ayahnya adalah seorang pegawai pemerintah. Pada tahun 1927 ia pergi ke Bandung untuk melanjutkan studi pada Algeme Middlebare School (AMS, setingkat SMA sekarang). Pendidikan yang ditempuh sebelumnya adalah HIS dan (tingkat dasar dan menengah pertama) di Minangkabau. Selain itu ia pernah belajar pada sekolah agama di Solok yang dipimpin oleh Tuanku Mudo Amin, dan aktif mengikuti pelajaran agama yang dibrikan oleh H. Abdullah Ahmad di Padang.[3]
Muhammad Nasir tertarik dengan organisasi Persis ini diawali pada waktu ia mengikuti sholat Jum’at yang diadakan oleh organisasi Persis. Sehingga dia memiliki hubungan yang sangat erat dengan para tokoh-tokoh Persatuan Islam ini. Ia mengikuti berbagai macam kegiatan keagamaan dan pendidikan yang diadakan oleh organisasi tersebut. Akhirnya ia memiliki tambahan ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk memecahkan problema-problema hidup yang mulai tumbuh dalam pemikirannya.
Ketika ia bergabung dengan Persis ia memiliki kesempatan untuk mengeluarkan ide-ide dan pemikirannya lewat sebuah majalah yang bernama Pembela Islam. Minatnya untuk mempelajari dan mengembangkan pendidikan Islam sangatlah besar, sampai-sampai ia mau menolak beasiswa yang ditawarkan oleh belanda untuk melanjutkan studinya ke sekolah tinggi hukum di Jakarta atau sekolah tinggi ekonomi di Belanda. Ia lebih memikirkan ilmu pendidikan bagi orang-orang Islam.
Itulah sekilas tentang sejarah berdirinya organisasi Persatuan Islam (Persis). Selanjutnya kita akan membahas tentang usaha-usaha pendidikan yang dilakukan oleh organisasi ini.
B.     Usaha-usaha pendidikan Persatuan Islam (Persis)
Organisasi ini tidak kalah dengan organisasi-organisasi lain yang selalu memperhatikan pendidikan. Persis melaksanakan berbagai macam kegiatan pendidikan seperti halnya tabligh dan publikasi. Kegiatan tersebut ditujukan untuk melatih generasi muda Islam untuk selalu giat dalam mengembangkan ajaran Islam melalui kegiatan pendidikan tersebut.
Dalam bidang pendidikan Persis mendirikan sebuah madrasah yang mulanya dimaksudkan untuk anak-anak dari anggota Persis. Tetapi kemudian madrasah ini diluaskan untuk dapat menerima anak-anak lain. Kursus-kursus dalam masalah agama untuk orang-orang dewasa mulanya juga dibatasi pada anggota-anggotanya. Hassan dan Zam-Zam mengajar pada kursus-kursus ini yang terutama membahas soal-soal iman serta ibadah dengan menolak segala kegiatan bid’ah. Masalah-masalah yang sangat menarik masyarakat pada waktu itu seperti poligami dan nasionalisme juga dibicarakan.[4]
Kursus-kursus tersebut disediakan untuk anak-anak muda yang telah menempuh sekolah menengah pemerintah dan memiliki minat untuk mendalami agama Islam dengan maksimal. Jadi Kursus-kursus keagamaan tersebut tidak dikhususkan bagi para anggota Persatuan Islam, tetapi juga untuk semua masyarakat yang ingin mendalami agama Islam. Didalam Kursus-kursus tersebut terdapat guru-guru yang professional. Diantaranya adalah Hassan. Didalam mengajar, Hassan memperoleh banyak manfaat terutama dalam hal pendalaman pengetahuan agama Islam dan penggalian terhadap sumber-sumber ajaran Islam.
Sebuah kegiatan lain yang penting dalam rangka kegiatan pendidikan Persis ini adalah lembaga pendidikan Islam sebuah proyek yang dilancarkan oleh  Nasir, dan terdiri dari beberapa sekolah yaitu: taman kanak-kanak, HIS (keduanya tahun 1930), sekolah Mulo (1931) dan sebuah sekolah guru (1932).[5]
HIS merupakan lembaga untuk memperoleh pendidikan barat khususnya memperlajari bahasa Belanda sebagai kunci untuk pendidikan lanjutan, pintu kebudayaan barat, dan syarat untuk memperoleh pekerjaan. Bahasa Belanda memberikan prestise dan memasukkan seseorang kedalam golongan intelektual dan elit.[6]
Kursus Mulo dimaksud sebagai sekolah rendah dengan program yang diperluas dan bukan sebagai sekolah menengah. Sebagai guru diangkat mereka yang memiliki ijazah HA (Hoofdacte, kepala sekolah) atau diploma untuk pelajaran tertentu.[7]
Keinginan Nasir untuk mendirikan berbagai sekolah ini  dipicu oleh berbagai macam tuntutan dari berbagai pihak. Selain itu timbulnya keinginan Nasir untuk mendirikan berbagai lembaga pendidikan adalah karena ia melihat ada beberapa sekolah di Bandung yang tidak memberikan pelajaran agama pada siswanya. Adapun murid-murid yang masuk kedalam lembaga pendidikan yang didirikan oleh organisasi Persis ini pada umumnya adalah anak-anak disekitarnya, tetapi beberapa diantara mereka ada yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan dari Sumatra. Bagi para siswa yang telah lulus studinya mereka diperbolehkan untuk kembali ke tempat asal mereka masing-masing untuk membuka sekolah baru atau bergabung dengan sekolah yang ada di daerahnya.
Disamping pendidikan Islam, Persis mendirikan sebuah pesantren (disebut pesantren Persis) di Bandung pada bulan Maret 1936 untuk membentuk kader-kader yang mempunyai keinginan untuk menyebarkan agama. Pesantren ini dipindahkan ke Bangil Jawa Timur ketika Hassan pindah kesana dengan membawa 25 dari 40 siswa dari Bandung.[8]
C.    Pendidikan
Salah satu usaha persatuan islam untuk menuju cita-citanya ialah mendirikan lembaga pendidikan baik berupa sekolah, kursus, kelompok diskusi, pengajian maupun pesantren.
Sekitar tahun 1927 persatuan islam mempunyai kelompok diskusi keagamaan yang diikuti oleh pemuda-pemuda islam. Kelompok itu dipimpin oleh Hassan yang dalam kesempatan itu ia semakin memperdalam pengetahuan agamanya, karena harus mempersiapkan diri serta memperbanyak perbendaharaan masalah yang segera dipecahkan. Kursus dalam bentuk diskusi ini antara lain diikuti Muhammad Natsir, Fakhruddin Al-Kahiri, Rusbandi, Caya dan lain-lain.
Sebelum berdirinya lembaga pendidikan, pelajaran agama dan ilmu-ilmu lainnya juga diberikan dalam pertemuan-pertemuan dan ceramah-ceramah. Acara tersebut lebih sering diselenggarakan oleh anggota-anggota secara pribadi dari pada diorganisasi secara resmi oleh persatuan islam. Zamzam menjadi pembicara penting yang banyak menguraikan perihal akidah islamiyyah dan cara beribadah dalam islam. Dalam tahun 1927 pertemuan dan ceramah itu diikuti pula oleh pelajar-pelajar yang beragama islam, termasuk pelajar disekolah belanda.
Pada tahun 1930, salah seorang anggotanya bernama A.A. Banama mendirikan “Pendidikan Islam”. Sekolah tersebut kemudian dipimpin oleh Muhammad Natsir, dan dua tahun kemudian, yaitu 1932, Persatuan Islam mendirikan Kweekschool di Bandung, kemudian dibeberapa daerah luar kota.
Pengurus dan guru-gurunya terdiri dari orang-orang yang dengan suka rela  mengorbankan waktu dan tenaganya untuk pesantren. Mereka itu antara lain R. Abdul Kadir (keluaran Sekolah Tehnik Bandung) yang mengajar ilmu tehnik, Muhammad Natsir yang mengajar ilmu pendidikan disamping penasehat serta Hassan yang merangkap sebagai kepala pesantren.
Tujuan didirikannya pesantren ialah untuk mengeluarkan mubalighin yang sanggup menyiarkan, mengajar, membela dan mempertahankan agama mereka dimana saja mereka berada.
Saat itu yang terdapat 40 orang yang menjadi santrinya. Mereka berasal dari daerah kepulauan Indonesia yang kebanyakan dari luar jawa.
Disamping pesantren yang tersebut diatas diadakan lagi suatu pendidikan untuk anak-anak pada sore hari yang diikuti oleh sejumlah murid kurang lebih 100 anak laki-laki dan perempuan. Pesantren itu disebut pesantren kecil.
Pesantren yang telah berdiri tahun 1936 itu, mempunyai rencana pelajaran 4 thn dan setelah itu baru menerima murid baru. Akan tetapi sebelum mereka menamatkan pelajaran, yaitu baru tiga setengah tahun, sebagai pengurus dan gurunya meninggalkan Bandung menuju Bangil termasuk Hassan dan Muhammad Ali Al-Hamidy.
Pindahnya Hassan dari Bandung ke Bangil disebabkan oleh permintaan Bibi Wantee yang melihat penghidupan Hassan di Bandung kurang menggembirakan dilihat dari sudut materi, sedang dimana saja ia akan tetap meneruskan perjuangannya. Rencana semula ia akan menetap diSurabaya, tetapi kemudian mendapatkan tanah dibangil.
Pesantren di Bandung itu kemudian ikut pindah ke Bangil pada bulan Muharram 1359 H, dan murid-murid yang masih ingin meneruskan pelajarannya ikut pindah. Jumlah mereka sebanyak 25 orang.
Setelah berjalan satu tahun, maka pada bulan Pebruari 1941 dibuka Pesantren Putri dengan kurang lebih 12 orang murid yang hamper semuanya dari luar Bangil.
Beberapa saat setelah itu, yakni tahun 1942, kedua pesantren tersebut ditutup karena datangnya jepang diindonesia yang menyebabkan pelajaran-pelajaran pulang kedaerah masing-masing. Baru pada bulan Oktober 1950 keadaan Negara mulai tentram, pesantren dibuka kembali.
Pelajar-pelajar pada angkatan pertama itu, sebanyak 21 orang, setelah tamat kemudian dikirim ke Al Azhar Mesir pada bulan Oktober 1955. Pengirim pelajar-pelajar keluar negri sampai saat ini masih terus berjalan terutama keSaudi Arabiya dan Negara Timur Tengah lainnya.
Baru pada bulan September 1957 Pesantren Putri dibuka kembali. Tujuan didirikannya Pesantren tersebut adalah mendidik putrid-putri muslim untuk menjadi guru-guru dan penyiar agama yang sanggup dan mampu berhadapan dengan masyarakat.
Kedua Pesantren itu (putra dan putri) sampai sekarang terus berjalan sesuai dengan tujuan semula, hanya saja ada beberapa perubahan sesuai tuntutan keadaan. Pesantren persis Bangil bertujuan membentuk kader mubaligh yang sanggup terjun dalam masyarakat, untuk memberantas setiap faham serta ajaran yang bertentangan dengan al qur’an dan as sunnah.
Usaha yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah:
a.       Menanamkan semangat jihad dan ijtihad kepada setiap pelajar.
b.      Meyakinkan setiap pelajar, bahwa Al Qur’an dan As Sunnah adalah dasar islam yang bersifat abadi dan mutlaq. Setiap penyimpangan dari Al Qur’an dan As Sunnah akan dimurkai Allah swt.
c.       Menanamkan jiwa korektif terhadap setiap faham yang tanpa dilandasi Al Qur’an dan As Sunnah.
d.      Mempraktekkan “Qaidah-qaidah Ushul Fiqh” ketika mengajar Tafsir dan Hadits (fiqh).
e.       Memberikan kebebasan kepada setiap pelajar untuk bertanya, membantah dan berdiskusi dengan guru sepanjang batas-batas kesopanan islam.
Melihat tujuan pendidikan Persatuan Islam tersebut maka yang tampak adalah suatu pendidikan yang membina kemampuan untuk mencerna dan mengembangkan ajaran islam. Untuk mencapai itu, para pelajar dilatih berfikir kritis dan bebas untuk mencari kebenaran. Hubungan pendidik dan murid bukan lagi dalam lingkaran tradisional yang menganggap tidak wajar seorang murid berdebat dengan seorang guru, tetapi Persatuan Islam bahkan mengembangkan cara-cara berdiskusi seperti itu.
Pada tahun 1963, Persatuan Islam mengkoordinasi lebih dari 20 sekolah di jawa barat dan jawa tengah, termasuk beberapa pendidikan khusus guru dan muballligh, disamping pesantren yang ada dibangil tersebut. Adapun Pendidikan Tinggi Pesantren di Bangil, dengan nama UPI (Universitas Pesantren Islam) yang pada tahun 1969 berubah menjadi UII (Universitas Islam Indonesia) sebagai cabang dari Pusat Yogyakarta.[9]



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Persatuan Islam (Persis) merupakan sebuah organisasi Islam yang beridiri pada tahun 1923 di Bandung. Organisasi ini berasal dari sebuah acara yang sangat sederhana yaitu kenduri. Didalam kenduri itu para anggotanya berbincang-bincang mengenai maslah keagamaan dan kegiatan keagamaan baik di Indonesia maupun di luar negeri. Tokoh-tokohnya diantaranya adalah H. Zam-Zam, H. Muhammad Yunus, Ahmad Hassan dan Muhammad Nasir.

2.      Usaha-usaha pendidikan yang dilakukan oleh Persis adalah:
a.      pendirian madrasah
b.       pendirian kursus-kursus keagamaan
c.      pendirian lembaga-lembaga pendidikan Islam
d.      pendirian pesantren Persis
e.      pendirian percetakan 










DAFTAR PUSTAKA

Mughni, Syafiq. Hassan Bandung Pemikir Islam Radikal. Surabaya: BINA ILMU. 1994.
Nasution. Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. 2001.
Noer, Deliar. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES. 1982.
Zuhairini, et.al. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2006.
.





[1]  http://id.wikipedia.org/wiki
[2] Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia (1900-1942), (Jakarta: LP3ES, 1982), 96.

[3] Zuhairini, et.al, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 189.
[4] Ibid., 190.

[5] Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia (1900-1942), (Jakarta: LP3ES, 1982), 101.
[6] Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), 115.
[7] Ibid., 122.
[8] Zuhairini, et.al, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 191.

[9] Syafiq A. Mughni, Hassan Bandung Pemikir Islam Radikal, (Surabaya: BINA ILMU, 1994), 68-75.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar